Beliau pria berkacamata tua itu. Abdurrahman “addakhil”, demikian nama lengkapnya yang diberikan oleh ayahanda KH. Wahid Hasyim, pada tanggal 4 Agustus 1940 terlahir seorang bocah kecil di Denanyar Jombang Jawa Timur. KH. Hasyim Asy’ari merupakan kakek dari Abdurrahman Addakhil yang sering dipanggil dengan nama beken “Gusdur”.
Latar belakang pendidikan Gusdur diawali dari mengaji dan membaca Al-Quran kepada kakeknya KH. Hasyim Asy’ari. Pada tahun 1994 Gusdur kecil pindah dari Jombang ke Jakarta untuk mengikuti ayahnya yang saat itu menjabat sebagai ketua 1 Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Beliau masuk Sekolah Dasar KRIS yang awalnya dari sekolah Matraman Perwari. Pada tahun 1953 Gusdur kecil bersekolah di SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama), dibarengi dengan mondaknya Gusdur di Pesantren Krapyak Jogjakarta. Setamat dari SMEP, beliau melanjutkan studi ke pesantren Tegalrejo Magelang Jawa Tengah. Dan di pesantren ini beliau dekenalkan dengan dunia sufistik oleh pengasuh KH. Chudari, sosok kiai spititual, humanis dan shaleh. Pada usianya yang ke-22 beliau menunaikan ibadah haji yang kemudian dilanjutkan ke universitas Al-Azhar Mesir. Merasa belum cukup di Mesir, beliau pindah ke Irak pada tahun 1966, Negara modern dengan peradaban islam yang cukup maju. Maksud hati Gusdur melanjutkan studinya lagi ke Eropa, namun keinginan tersebut terhalang oleh syarat ketat yang membuat Gusdur batal belajar disana. Dan akhirnya beliau kembali ke tempat asal jombang dan meneruskan lembaga pendidikan milik ayahnya.
 Jam’iyah Nahdlatul UIama (NU), merupakan satu forum Nahdlatul Ulama yang turun temurun sejak pendiri KH. Hasyim Asy’ari, hingga Gusdur menjadi Rois ‘Amm PBNU untuk periode ketiga yang merupakan awal dari ketidaknyamanan dalam dunia politik pada waktu itu. Pada saat itu terdapat oknum yang tidak senang dengan gusdur yang untuk kesekian kali menjadi Rois ‘amm PBNU. Dan kemudian timbul usaha menyuap anggota NU dalam musyawarah ini. Namun hal tersebut tidak dapat menghentikan langkah gusdur untuk menjadi ro’is amm PBNU.
Sehingga pada pemilu tahun 1998 Gusdur terpilih menjadi presiden RI menggantikan suharto yang sudah memimpin selama 32 tahun.”jangan membuat korban manusia yang tidak perlu dan jangan sampai mengorbankan manusia siapapun ia dan posisinya”. Itulah ringkasan padat dari prinsip humanisme seorang Gusdur. Prinsip inilah yang membuat beliau mau merangkul musuh atau bekas musuh. Bagi beliau bukan hanya strategi politik untuk memperbanyak sahabat dan memperkecil jumlah  musuh. Seperti itulah sedikit deskripsi sikap humanisme Gusdur.
Disamping itu, penerapan politik santun merupakan salah satu bagian dari misi Gudur pada masa itu. Dalam hal ini beliau menerapkan teori baru dalam berpolitik. “Santun”, merupakan kata yang sepele untuk kita ucapkan, tapi menjadi sulit ketika kita aplikasikan. Namun oleh suami ibu shinta ini, santun menjadi salah satu bagian dari politik Gudur semasa menjadi presiden. Beliau mengunjungi dan bersilaturrahmi kepada beberapa tokoh nasional senior Menko Polkam Wiranto, lalu mantan presiden BJ. Habibi, dan mantan prediden Soeharto. Bahkan beliaupun juga bersilaturrahmi kepada orang-orang yang tidak mendukungnya.
Dalam pandangan pengamat J. Kristiadi, budaya politik yang tidak lagi mengusung dendam lama bukan sesuatu yang mudah dilakukan. Terlebih lagi Indonesia sarat potensi konflik dalam politik. Namun dengan upaya-upaya yang strategis, Gusdur dapat menata kembali tatanan pemerintahan yang selama 32 tahun membusuk. Begitu banyak sesuatu yang baru dalam politik yang dipimpin oleh Gusdur meskipun menuai reaksi kontroversial diberbagai kalangan. Namun hal tersebut tidakm menyulitkan langkah gusdur untuk meneruskan misinya untuk pemerintahan Indonesia. Dan pada tanggal 23 juli setelah keluarnya deskrit presiden, sontak menuai kontroversial lagi dikalangan TNI, Mahkamah Agung dan MPR. Karena keputusan presiden tersebut bertentangan dengan hukum, yang akhirnya MPR mengadakan sidang istimewa tanpa kehadiran presiden, dan sertamerta melantik Megawati sebagai presiden kelima dengan lengsernya gusdur sebagai presiden. Namun dengan lengsernya gusdur tersebut, bukan berarti banyak kalangan tidak menyukai bahkan mereka berpendapat bahwa Indonesia mas9ih tidak siap menerima presiden seperti seorang Gusdur.      
Dan ketika sang maestro Gusdur Wafat pada tanggal 30 Desember 1992, seluruh rakyat Indonesia berkabung. Lautan manusia berbondong-bondong mendatangi RSCM dimana Gusdur dirawat untuk menyembuhkan penyakitnya, ribuan manusia menunggu dirumah duka. Kemudia Jenazah Gusdur disemayamkan di sebelah utara makam kakeknya KH. Hasyim Asy’ari yang bersebelahan dengan makam ayahnya KH. Wahid Hasyim. Selamat jalan sang penakluk, semoga dengan semangatmu yang gigih dapat dilanjutkan oleh generasi-generasi penerus bangsa. 

By Adi Setyawan SI '10

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2012 ISTIQOMAH / Template by : Urangkurai